Sejarah dan Cerita Mistis Pabrik Gula Gempol Palimanan Cirebon
Lokomotif milik PT PG Rajawali II | Foto : Media Cirebon 

Media Cirebon - Kawasan Pabrik Gula Gempol didirikan pada tahun 1847 oleh perusahaan NV Aments Suikerfabrieken milik Belanda. Pabrik gula ini didirikan sebagai respons terhadap permintaan yang tinggi akan komoditas tebu di wilayah Cirebon pada masa itu. Di sekitar pabrik, lahan-lahan pertanian juga diperuntukkan bagi tanaman tebu.

Setelah Indonesia merdeka, pabrik gula ini beralih ke kepemilikan Indonesia dan diberi nama Pabrik Gula Gempol. Pada tahun 1942, pabrik gula tersebut menjadi salah satu unit operasional dari PT PG Rajawali II.

Gedung pabrik gula Gempol memiliki gaya arsitektur kolonial yang khas, dan didirikan oleh pemerintahan kolonial untuk memanfaatkan potensi ladang pertanian di daerah tersebut untuk menghasilkan komoditas tebu. Wilayah III Cirebon, terutama Majalengka dan wilayah timur Cirebon, dikenal sebagai daerah dengan potensi tebu yang sangat tinggi.

Pada awal tahun 1850, produksi gula di Cirebon terus meningkat pesat. Pada tahun 1854, sebuah pabrik gula serupa juga berdiri di daerah Karangsuwung, Kecamatan Karangsembung. Pabrik tersebut didirikan oleh NV Maatchappij tot Expoitaite der Suiker Onderneming, sebuah perusahaan gula yang dimiliki oleh pemerintah Belanda.

Mesin Penggilingan Tebu PG. Rajawali Gempol
Mesin Penggilingan Tebu PG. Rajawali Gempol | Foto : Media Cirebon 

Kehadiran pabrik gula gempol tidak hanya meningkatkan produksi tebu, tetapi juga membawa dampak ekonomi yang signifikan bagi wilayah tersebut. Selain itu, pabrik gula juga menjadi sumber lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

Namun, di balik dampak positifnya, industri gula di wilayah Cirebon juga memiliki catatan kelam dalam sejarahnya. Pada masa penjajahan Belanda, terdapat praktik-praktik eksploitasi yang dilakukan terhadap para pekerja pabrik gula, terutama para pekerja pribumi yang diperlakukan secara tidak adil dan tidak manusiawi.

Pabrik Gula Gempol akhirnya berhenti beroperasi dan ditutup pada tahun 1996. Kini, kondisinya semakin tak terurus dan terbengkalai, dengan semak belukar yang tumbuh di mana-mana. Beberapa bangunan pabrik telah runtuh dan meninggalkan kesan angker dan menyeramkan.

Melihat keberadaan pabrik ini yang kini telah menjadi puing dan reruntuhan yang berserak di lokasi, ternyata Pabrik Gula Gempol memiliki banyak kisah menarik bagi masyarakat di sekitarnya. Kisah-kisah ini menjadi tradisi lisan yang mudah ditemukan melalui berbagai cerita.

Di kalangan masyarakat, banyak cerita yang beredar mengenai desas-desus mistis Pabrik Gula Gempol Cirebon. Salah satu cerita yang terkenal adalah tentang keberadaan sesosok noni Belanda yang sering berkeliaran di sekitar pabrik pada malam hari. Konon, noni Belanda ini adalah istri dari pemilik pabrik gula Gempol yang dimakamkan di ujung gudang pupuk. 

Konon dahulu, makam noni Belanda ini sangat megah dengan atap dan hiasan batu marmer yang indah. Namun, seiring berjalannya waktu, makam tersebut hanya tersisa sebagai tumpukan batu bata yang hampir rata dengan tanah di sekitarnya. Lokasi makam yang sekarang dikelilingi oleh ilalang, rumput yang lebat, dan pohon-pohon pisang, semakin sulit ditemukan.

Makam tersebut adalah tempat peristirahatan terakhir dari Elizabeth, istri dari pemilik Pabrik Gula Gempol. Dikenal dengan rambut pirang ikal yang panjang dan tubuhnya yang tinggi seperti perempuan Belanda pada umumnya, Elizabeth memiliki mata bulat dan sering mengenakan baju dress putih yang panjang. Namun, kini baju tersebut terlihat sangat usang dan kusam.

Berdasarkan cerita yang beredar di kalangan masyarakat, Nona Elizabeth dikatakan sering muncul di sekitar lokasi pabrik gula pada malam hari dan terkadang terdengar bersenandung. Beberapa penduduk setempat menganggap bahwa penampakan tersebut merupakan makhluk gaib yang menyerupai Nona Elizabeth, yang dikenal dengan sebutan qorin jin.

Tak heran, cerita-cerita mistis tersebut membuat banyak orang tertarik untuk berkunjung ke lokasi Pabrik Gula Gempol, terutama pada malam hari. Meski terkenal sebagai lokasi yang menyeramkan, pabrik ini juga memiliki daya tarik sebagai tempat wisata budaya dan sejarah, terutama bagi para pecinta arsitektur kolonial dan peneliti sejarah.

Meskipun begitu, keberadaan pabrik gula Gempol tetap menarik minat para wisatawan dan penikmat sejarah. Beberapa bangunan pabrik yang masih berdiri di sana dapat menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Cirebon pada masa lalu. Selain itu, keberadaan pabrik ini juga menjadi tempat bersejarah bagi masyarakat sekitar dan menjadi bagian dari cerita mistis yang mungkin bisa menambah kesan yang lebih dalam bagi pengunjung yang datang.

Di masa depan, mungkin saja ada upaya untuk menjaga dan merestorasi sisa-sisa pabrik gula Gempol ini sebagai bagian dari warisan sejarah dan budaya Cirebon. Namun, tentu saja hal tersebut memerlukan dukungan dan upaya dari berbagai pihak terkait. Semoga keberadaan pabrik gula Gempol dapat terus dijaga dan diapresiasi sebagai bagian dari sejarah dan budaya bangsa Indonesia.